Daun Berjatuhan Salju Berjatuhan

Silfa's Library

Kamis, 13 Desember 2012

PEMAHAMAN INDIVIDU

A.  Pengertian Pemahaman Individu
Pemahaman individu merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh konselor berupa pengumpulan data, analisis data, penafsiran hasil analisis, dan penarikan kesimpulan tentang diri individu untuk kepentingan layanan Bimbingan dan Konseling.
Pemahaman individu juga diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengerti, memahami individu lain. Pemahaman individu oleh Aiken (1997: 454) diartikan sebagai “Appraising the presence or magnitude of one or more personal characteristic. Assessing human behavior and mental processes includes such procedures as observations, interviews, rating scale, check list, inventories, projective techniques, and tests”.
Dari rumusan tersebut bisa diidentifikasi bahwa pemahaman individu adalah suatu cara untuk memahami, menilai atau menaksir karakteristik, potensi, dan atau masalah-masalah (gangguan) yang ada pada individu atau sekelompok individu. Cara yang digunakan meliputi observasi, interview, skala penilaian, daftar cek, inventori, teknik projektif, dan beberapa jenis tes.
Pemahaman atau penilaian tersebut dimaksudkan untuk kepentingan pemberian bantuan bagi pengembangan potensi yang ada padanya (developmental) dan atau penyelesaian masalah-masalah yang dihadapinya (klinis). Aiken (1997: 1) menunjukkan bahwa manusia dalam kenyataannya berbeda-beda dalam kemampuan berpikirnya, karakter kepribadiannya, dan tingkah lakunya. Semuanya itu bisa ditaksir atau diukur dengan bermacam-macam cara.
Dengan demikian pemahaman individu adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mengerti dan memahami individu lain. Dalam konteks bimbingan dan konseling, mengerti dan memahami tersebut dilakukan oleh konselor terhadap klien, dan sumber data selain klien yang bisa memberikan keterangan tentang konseling.




B.  Pentingnya Pemahaman Individu dalam Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata yaitu, bimbingan dan konseling. Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang di dalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer dan Stone (1966: 3) mengemukakan bahwa guidance berasal dari kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer, artinya: menunjukkan, mengarahkan, menentukan, mengatur atau mengemudikan. (Victoria Neufeldt, Ed., 1988: 599)
Definisi Bimbingan Jear Book of Education, 1995 “Suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial”.
Dalam peraturan pemerintah No. 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa: ”Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
Mortensen & Schmuller dalam bukunya Guidance in Today’s School (1964: 3) mendefinisikan bimbingan konseling: “Guidance as that part of the total educational program that helps provide the personal opportunities and specialized staff services by by each individual can develop to the fullest of his abilities and capacities in terms of the democratic ideal”.
Pendapat lain mendefinisikan bimbingan dan konseling sebagai ”Suatu bantuan yang diberikan seseorang (konselor) kepada orang lain (klien) yang bermasalah psikis, sosial dengan harapan klien tersebut dapat memecahkan masalahnya, memahami dirinya, mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuan dan potensinya sehingga mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat”.
Berdasarkan pengertian bimbingan dan konseling di atas, dapat disimpulkan bahwa perlunya pemahaman individu dalam bimbingan dan konseling sebagai berikut:
1.      Di dalam bimbingan dan konseling, kita tidak mungkin dapat memberikan   
      pertolongan kepada seseorang sebelum kita kenal atau paham dengan orang  
      tersebut.
2.      Salah satu hal yang penting dalam bimbingan dan konseling ialah memahami
      Individu.
3.      Secara keseluruhan baik masalah yang dihadapi maupun latar belakangnya.
 Dengan demikian individu akan memperoleh bantuan yang tepat dan terarah.

Dengan kata lain perlunya pemahaman individu dalam layanan bimbingan dan konseling adalah agar individu memperoleh bantuan yang sesuai dengan kemampuan dan potensinya agar apa yang diharapkannya dapat tercapai (artinya individu dapat mencapai penyesuaian diri dengan dirinya sendiri, lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat).

C.  Tujuan Pemahaman Individu
Tujuan pemahaman individu dalam Bimbingan dan Konseling yaitu agar konselor semakin mampu menerima keadaan klien (individu/siswa) seperti apa adanya, konselor semakin mampu memperlakukan klien sebagaimana mestinya, konselor terhindar dari gangguan komunikasi sehingga proses konseling dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Ada beberapa manfaat pengetahuan dan keterampilan melakukan asesmen, yaitu:
1. Untuk pengklasifikasian dan penempatan seseorang dalam pendidikan dan pekerjaan
2. Untuk menyaring pelamar pekerjaan, pendidikan, dan atau program pelatihan
3. Untuk pemberian bantuan dan pengarahan bagi individu dalam pemilihan pendidikan,
  pekerjaan, konseling perorangan
4.Untuk memilih karyawan mana yang perlu dihentikan, dipertahankan, atau
 dipromosikan melalui program pendidikan atau pelatihan atau tugas khusus
5.Untuk meramalkan dan menentukan perlakuan (tritmen) psikis, fisik, klinis, dan
 rumah sakit
6.Untuk mengevaluasi perubahan kognitif, intrapersonal, dan interpersonal sebagai hasil dari
 pendidikan, terapi psikologis dan berbagai program intervensi tingkah laku
7.Untuk mendukung penelitian tentang perubahan tingkah laku dan meng-evaluasi efektifitas suatu
  program atau teknik yang baru.
Bagi konselor, kemampuan asesmen merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki konselor, ia adalah bagian penting dari kegiatan konseling. Dan jika ada konselor yang tidak memiliki kemampuan dalam bidang asesmen bisa berdampak negatif bagi individu yang dibimbing.
Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman individu dalam layanan bimbingan dan konseling bertujuan agar:
1.Kita semakin mampu menerima keadaan individu (siswa) seperti apa adanya dan    
   sekaligus keberadaan siswa baik dari segi kelebihan maupun kekurangannya
2. Kita semakin mampu memperlakukan siswa sebagaimana mestinya dalam arti lain  
    mampu memberikan bantuan seperti yang dikehendaki oleh siswa
3. Kita terhindar dari gangguan komunikasi, sehingga mampu menciptakan relasi yang
    semakin baik.
Adapun pendapat lain mengatakan bahwa tujuan pemahaman individu dalam layanan bimbingan dan konseling khususnya di sekolah, yaitu:
1. Agar kita mempunyai ekspektasi yang nyata tentang peserta didik
2. Pengetahuan tentang perkembangan peserta didik akan membantu kita untuk merespon 
    sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu dari peserta didik
3.Pemahaman tentang perkembangan peserta didik akan membantu mengenali berbagai
   penyimpangan dari perkembangan yang normal

D.  Mengenal Sasaran Pemahaman Individu
Sasaran yang dimaksud dalam pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu atau manusia. Adler memberi tekanan kepada pentingannya sifat khas  (unik) kepribadian, yaitu individualitas, kebulatan serta sifat-sifat pribadi manusia. Menurut Adler  tiap orang adalah suatu konfigurasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas; tiap tindak yang dilakukan oleh seseorang membawakan corak khas gaya kehidupan yan bersifat individual.
Dalam upaya mengenali atau memahami sasaran, tidak mungkin bisa mengenalinya sampai seratus persen. Karena individu atau manusia adalah makhluk yang paling dinamis, setiap saat manusia berkembang dan berubah, maka yang perlu dikenal dari setiap sasaran (individu) adalah:
1.  Mengenal pribadinya (hakekat individu dan kebutuhannya).
2.  Mengenal masalah dan perkembangannya.
3.  Mengenal reaksi individu dalam menghadapi masalah.
4.  Mengenal cara individu dalam menghadapi masalah.
E.  Teknik Pemahaman Individu
            Teknik Pemahaman Individu terdiri dari teknik tes dan teknik non tes. Tes dan non tes merupakan salah instrument untuk memahami individu dalam keseluruhan layanan konseling. Masing-masing instrument tersebut memiliki karakteristik dalam penggunaannya. Teknik-teknik tersebut, diantaranya:
1.        Teknik Tes
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, pada umumnya tes yang digunakan untuk memperoleh data klien adalah tes inteligensi, tes bakat, tes kepribadian (minat, kecenderungan kepribadian), dan tes prestasi belajar.
Hasil tes akan mempunyai makna sebagai informasi bagi klien jika tes tersebut dianalisis dan dinterpretasi, dalam arti tidak hanya berhenti pada penyajian sekor yang diperoleh seorang klien. Untuk kepentingan konseling, hasil tes dapat digunakan sebelum konseling, pada saat proses konseling, dan setelah konseling sebagaimana dikatakan oleh Super dan Bordin (dalam Goldman 1971: 23).
Pada tahap sebelum konseling hasil informasi tes digunakan konselor sebagai bahan pertimbangan, yaitu untuk menentukan jenis layanan apakah yang akan diberikan konselor kepada klien, untuk menentukan fokus masalah yang dialami klien, dan sebagai salah satu bahan diagnosis dari proses yang berkesinambungan dan dipadukan dengan hasil analisis yang lain. Misalnya informasi dari teknik non testing : observasi, wawancara, sosiometri, kuesioner, biografi.
Pada tahap proses konseling informasi hasil tes digunakan untuk menafsirkan prognosis dengan memberikan alternatif-alternatif tindakan tentang pendekatan, metode, teknik, dan alat mana yang digunakan dalam upaya membantu pemecahan masalah yang dialami klien. Berdasarkan hasil tes konselor mendapatkan pelengkap data khususnya mengenai sifat-sifat kepribadian klien yang selama ini belum dapat terungkap melalui teknik non tes, sehingga diharapkan hasil informasi tes tersebut dapat membantu kerangka berpikir konselor di dalam merefleksi perasaan klien.
Di samping itu, informasi hasil tes disampaikan kepada klien dengan harapan klien lebih mengenali dirinya sendiri sehingga klien mampu mengembangkan harapan-harapan yang realistis dalam proses konseling. Pada tahap akhir konseling informasi hasil tes digunakan untuk memberikan bantuan dalam membuat keputusan-keputusan dan rencana-rencana untuk masa depan dengan alternatif-alternatif tindakan secara realistis. Selain itu juga merupakan sumbangan yang berarti bagi klien untuk proses perencanaan dan pilihan tindak lanjut, berkaitan tentang dirinya sendiri dalam hubungannya dengan fakta sekarang yang ada.
2.        Teknik Non Tes
Konselor pada umumnya memahami dan terampil menggunakan teknik non tes dalam melakukan pelayanan bimbingan dan konseling. Teknik non tes dimaksud antara lain observasi, kuesioner, wawancara, inventori (DCM, AUM, ITP), dan sosiometri. Konselor sejak kuliah sudah berlatih secara intensif menyusun dan menggunakan teknik non tes untuk memahami individu dalam konteks pelayanan bimbingan dan konseling. Hal tersebut berlanjut sampai mereka bekerja di lapangan. Sementara di sisi lain keterampilan menggunakan teknik tes sangat terbatas karena tes terstandar sudah siap pakai, dan penggunaannya terikat kode etik yang ketat sebagaimana disebutkan dalam Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia (PB ABKIN, 2006).
Suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah mempunyai wewenang yang dimaksud. Adapun aturan-aturan konselor, diantaranya:
a.Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat atau ciri    
   kepribadian subjek untuk kepentingan pelayanan
b.Konselor wajib memberikan orientasi yang tepat kepada klien dan orang tua mengenai
   alasan digunakannya tes disamping arti dan kegunaannya
c.Penggunaan suatu jenis tes wajib mengikuti secara ketat pedoman atau petunjuk yang
   berlaku bagi tes tersebut
d.Data hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari
   klien sendiri atau dari sumber lain. Dalam hal ini data hasil testing wajib diperlakukan  
   setara dengan data dan informasi lain tentang klien
e. Hasil testing hanya diberitahukan kepada pihak lain sejauh ada hubungannya dengan
    usaha bantuan kepada klien.

Rambu-rambu tersebut menyebabkan pembelajaran calon konselor berbeda dengan teman-temannya di program studi Psikologi, yang dalam batas tertentu mereka memperoleh mata kuliah konstruksi tes. Namun demikian, karena dalam pembelajaran calon konselor lebih menekankan penguasaan konsep dan praksis teknik non tes, sudah barang tentu konselor semestinya terampil menggunakan teknik non tes.
Keterampilan konselor dalam teknik non tes semisal observasi, kuesioner, wawancara, inventori (DCM, AUM, ITP), sosiometri; diperoleh mulai dari memahami konsepnya, kekhasan tiap metode, menyusun instrumen, melakukan pengumpulan data dengan metode tersebut, menganalisis dan menginterpretasi data, menggunakan hasil praktik teknik non tes untuk pelayanan bimbingan dan konseling.
Aplikasi instrumentasi teknik non tes oleh konselor pada umumnya dilakukan secara terpadu, tidak menggunakan metode tunggal. Karena pada umumnya untuk memahami individu secara utuh: potensinya, masalahnya, dan kemungkinan pengembangan pribadinya tidak dapat diperoleh dari satu metode saja. Misalnya observasi tidak menjangkau data latar belakang keluarga yang lebih tepat diungkap melalui kuesioner, sebaliknya kuesioner tidak bisa mencatat aktivitas klien “secara on the spot” ketika mengikuti kegiatan tertentu di sekolah; wawancara bisa lebih mendalami latar belakang mengapa seorang siswa memilih dan menolak temannya satu kelas dari pada sekedar alasan memilih dan menolak temannya yang tertulis dalam angket sosiometri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar