A. Pengertian
Pemahaman Individu
Pemahaman individu merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh konselor
berupa pengumpulan data, analisis data, penafsiran hasil analisis, dan
penarikan kesimpulan tentang diri individu untuk kepentingan layanan Bimbingan
dan Konseling.
Pemahaman
individu juga diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
untuk mengerti, memahami individu lain. Pemahaman individu oleh Aiken (1997:
454) diartikan sebagai “Appraising the presence or magnitude of one or more
personal characteristic. Assessing human behavior and mental processes includes
such procedures as observations, interviews, rating scale, check list,
inventories, projective techniques, and tests”.
Dari rumusan
tersebut bisa diidentifikasi bahwa pemahaman individu adalah suatu cara untuk
memahami, menilai atau menaksir karakteristik, potensi, dan atau
masalah-masalah (gangguan) yang ada pada individu atau sekelompok individu.
Cara yang digunakan meliputi observasi, interview, skala penilaian, daftar cek,
inventori, teknik projektif, dan beberapa jenis tes.
Pemahaman atau penilaian tersebut dimaksudkan untuk kepentingan pemberian
bantuan bagi pengembangan potensi yang ada padanya (developmental) dan atau
penyelesaian masalah-masalah yang dihadapinya (klinis). Aiken (1997: 1)
menunjukkan bahwa manusia dalam kenyataannya berbeda-beda dalam kemampuan
berpikirnya, karakter kepribadiannya, dan tingkah lakunya. Semuanya itu bisa
ditaksir atau diukur dengan bermacam-macam cara.
Dengan demikian pemahaman individu adalah suatu kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang untuk mengerti dan memahami individu lain. Dalam konteks
bimbingan dan konseling, mengerti dan memahami tersebut dilakukan oleh konselor
terhadap klien, dan sumber data selain klien yang bisa memberikan keterangan
tentang konseling.
B. Pentingnya
Pemahaman Individu dalam Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan
konseling berasal dari dua kata yaitu, bimbingan dan konseling. Bimbingan
merupakan terjemahan dari guidance
yang di dalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer dan Stone (1966: 3)
mengemukakan bahwa guidance berasal
dari kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer, artinya:
menunjukkan, mengarahkan, menentukan, mengatur atau mengemudikan. (Victoria Neufeldt,
Ed., 1988: 599)
Definisi Bimbingan Jear Book of Education, 1995 “Suatu
proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan
mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan
sosial”.
Dalam
peraturan pemerintah No. 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan
bahwa: ”Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam
rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
Mortensen
& Schmuller dalam bukunya Guidance in Today’s School (1964: 3)
mendefinisikan bimbingan konseling: “Guidance as that part of the total
educational program that helps provide the personal opportunities and
specialized staff services by by each individual can develop to the fullest of
his abilities and capacities in terms of the democratic ideal”.
Pendapat lain mendefinisikan bimbingan dan
konseling sebagai ”Suatu
bantuan yang diberikan seseorang (konselor) kepada orang lain (klien) yang
bermasalah psikis, sosial dengan harapan klien tersebut dapat memecahkan
masalahnya, memahami dirinya, mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuan dan
potensinya sehingga mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat”.
Berdasarkan pengertian
bimbingan dan konseling di atas, dapat disimpulkan bahwa perlunya pemahaman
individu dalam bimbingan dan konseling sebagai berikut:
1.
Di dalam bimbingan dan konseling, kita tidak mungkin
dapat memberikan
pertolongan kepada seseorang sebelum kita kenal atau paham dengan orang
tersebut.
2.
Salah satu hal yang penting dalam bimbingan dan
konseling ialah memahami
Individu.
3.
Secara keseluruhan baik masalah yang dihadapi maupun
latar belakangnya.
Dengan demikian individu akan
memperoleh bantuan yang tepat dan terarah.
Dengan
kata lain perlunya pemahaman individu dalam layanan bimbingan dan konseling
adalah agar individu memperoleh bantuan yang sesuai dengan kemampuan dan
potensinya agar apa yang
diharapkannya dapat tercapai (artinya individu dapat mencapai penyesuaian diri
dengan dirinya sendiri, lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat).
C. Tujuan
Pemahaman Individu
Tujuan pemahaman individu dalam Bimbingan dan Konseling yaitu
agar konselor semakin mampu menerima keadaan klien (individu/siswa) seperti apa
adanya, konselor semakin mampu memperlakukan klien sebagaimana mestinya,
konselor terhindar dari gangguan komunikasi sehingga proses konseling dapat
berjalan sebagaimana mestinya.
Ada
beberapa manfaat pengetahuan dan keterampilan melakukan asesmen, yaitu:
1. Untuk pengklasifikasian
dan penempatan seseorang dalam pendidikan dan pekerjaan
2. Untuk menyaring pelamar
pekerjaan, pendidikan, dan atau program pelatihan
3. Untuk pemberian bantuan
dan pengarahan bagi individu dalam pemilihan pendidikan,
pekerjaan,
konseling perorangan
4.Untuk
memilih karyawan mana yang perlu dihentikan, dipertahankan, atau
dipromosikan melalui program pendidikan atau
pelatihan atau tugas khusus
5.Untuk
meramalkan dan menentukan perlakuan (tritmen) psikis, fisik, klinis, dan
rumah sakit
6.Untuk
mengevaluasi perubahan kognitif, intrapersonal, dan interpersonal sebagai hasil
dari
pendidikan, terapi psikologis dan berbagai
program intervensi tingkah laku
7.Untuk
mendukung penelitian tentang perubahan tingkah laku dan meng-evaluasi
efektifitas suatu
program atau
teknik yang baru.
Bagi konselor, kemampuan asesmen merupakan salah satu
kompetensi yang harus dimiliki konselor, ia adalah bagian penting dari kegiatan
konseling. Dan jika ada konselor yang tidak memiliki kemampuan dalam bidang
asesmen bisa berdampak negatif bagi individu yang dibimbing.
Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman
individu dalam layanan bimbingan dan konseling bertujuan agar:
1.Kita semakin mampu menerima keadaan
individu (siswa) seperti apa adanya dan
sekaligus
keberadaan siswa baik dari segi kelebihan maupun kekurangannya
2. Kita semakin mampu memperlakukan siswa sebagaimana
mestinya dalam arti lain
mampu
memberikan bantuan seperti yang dikehendaki oleh siswa
3. Kita terhindar dari gangguan komunikasi, sehingga
mampu menciptakan relasi yang
semakin
baik.
Adapun pendapat lain mengatakan bahwa tujuan pemahaman
individu dalam layanan bimbingan dan konseling khususnya di sekolah, yaitu:
1. Agar kita mempunyai ekspektasi yang nyata
tentang peserta didik
2. Pengetahuan tentang perkembangan peserta didik
akan membantu kita untuk merespon
sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu
dari peserta didik
3.Pemahaman tentang
perkembangan peserta didik akan membantu mengenali berbagai
penyimpangan dari perkembangan yang normal
D. Mengenal Sasaran Pemahaman Individu
Sasaran yang dimaksud dalam pelayanan bimbingan
dan konseling adalah individu atau manusia. Adler memberi tekanan kepada pentingannya sifat khas
(unik) kepribadian, yaitu individualitas, kebulatan serta sifat-sifat
pribadi manusia. Menurut Adler tiap orang adalah suatu konfigurasi
motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas; tiap tindak yang
dilakukan oleh seseorang membawakan corak khas gaya kehidupan yan bersifat
individual.
Dalam upaya mengenali atau memahami sasaran, tidak mungkin bisa mengenalinya
sampai seratus persen. Karena individu atau manusia adalah makhluk yang paling dinamis, setiap
saat manusia berkembang dan berubah, maka yang perlu dikenal dari setiap sasaran (individu)
adalah:
1. Mengenal pribadinya (hakekat individu dan
kebutuhannya).
2. Mengenal masalah dan perkembangannya.
3. Mengenal reaksi individu dalam
menghadapi masalah.
4. Mengenal cara individu dalam
menghadapi masalah.
E. Teknik Pemahaman Individu
Teknik Pemahaman Individu terdiri dari teknik tes dan teknik non tes. Tes dan
non tes merupakan salah instrument untuk memahami individu dalam keseluruhan
layanan konseling. Masing-masing instrument tersebut memiliki karakteristik
dalam penggunaannya. Teknik-teknik tersebut, diantaranya:
1.
Teknik Tes
Dalam pelayanan
bimbingan dan konseling, pada umumnya tes yang digunakan untuk memperoleh data
klien adalah tes inteligensi, tes bakat, tes kepribadian (minat, kecenderungan
kepribadian), dan tes prestasi belajar.
Hasil tes akan
mempunyai makna sebagai informasi bagi klien jika tes tersebut dianalisis dan
dinterpretasi, dalam arti tidak hanya berhenti pada penyajian sekor yang
diperoleh seorang klien. Untuk kepentingan konseling, hasil tes dapat digunakan
sebelum konseling, pada saat proses konseling, dan setelah konseling
sebagaimana dikatakan oleh Super dan Bordin (dalam Goldman 1971: 23).
Pada tahap
sebelum konseling hasil informasi tes digunakan konselor sebagai bahan
pertimbangan, yaitu untuk menentukan jenis layanan apakah yang akan diberikan
konselor kepada klien, untuk menentukan fokus masalah yang dialami klien, dan
sebagai salah satu bahan diagnosis dari proses yang berkesinambungan dan
dipadukan dengan hasil analisis yang lain. Misalnya informasi dari teknik non
testing : observasi, wawancara, sosiometri, kuesioner, biografi.
Pada tahap
proses konseling informasi hasil tes digunakan untuk menafsirkan prognosis
dengan memberikan alternatif-alternatif tindakan tentang pendekatan, metode,
teknik, dan alat mana yang digunakan dalam upaya membantu pemecahan masalah
yang dialami klien. Berdasarkan hasil tes konselor mendapatkan pelengkap data
khususnya mengenai sifat-sifat kepribadian klien yang selama ini belum dapat
terungkap melalui teknik non tes, sehingga diharapkan hasil informasi tes
tersebut dapat membantu kerangka berpikir konselor di dalam merefleksi perasaan
klien.
Di samping itu,
informasi hasil tes disampaikan kepada klien dengan harapan klien lebih
mengenali dirinya sendiri sehingga klien mampu mengembangkan harapan-harapan
yang realistis dalam proses konseling. Pada tahap akhir konseling informasi
hasil tes digunakan untuk memberikan bantuan dalam membuat keputusan-keputusan
dan rencana-rencana untuk masa depan dengan alternatif-alternatif tindakan
secara realistis. Selain itu juga merupakan sumbangan yang berarti bagi klien
untuk proses perencanaan dan pilihan tindak lanjut, berkaitan tentang dirinya
sendiri dalam hubungannya dengan fakta sekarang yang ada.
2.
Teknik Non Tes
Konselor pada
umumnya memahami dan terampil menggunakan teknik non tes dalam melakukan
pelayanan bimbingan dan konseling. Teknik non tes dimaksud antara lain
observasi, kuesioner, wawancara, inventori (DCM, AUM, ITP), dan sosiometri.
Konselor sejak kuliah sudah berlatih secara intensif menyusun dan menggunakan
teknik non tes untuk memahami individu dalam konteks pelayanan bimbingan dan
konseling. Hal tersebut berlanjut sampai mereka bekerja di lapangan. Sementara
di sisi lain keterampilan menggunakan teknik tes sangat terbatas karena tes
terstandar sudah siap pakai, dan penggunaannya terikat kode etik yang ketat
sebagaimana disebutkan dalam Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
Indonesia (PB ABKIN, 2006).
Suatu jenis tes
hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan
hasilnya. Konselor harus selalu memeriksa dirinya apakah mempunyai wewenang
yang dimaksud. Adapun aturan-aturan konselor, diantaranya:
a.Testing
dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat atau ciri
kepribadian subjek untuk kepentingan
pelayanan
b.Konselor
wajib memberikan orientasi yang tepat kepada klien dan orang tua mengenai
alasan digunakannya tes disamping arti dan
kegunaannya
c.Penggunaan
suatu jenis tes wajib mengikuti secara ketat pedoman atau petunjuk yang
berlaku bagi tes tersebut
d.Data
hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh
dari
klien sendiri atau dari sumber lain. Dalam
hal ini data hasil testing wajib diperlakukan
setara dengan data dan informasi lain
tentang klien
e. Hasil testing hanya
diberitahukan kepada pihak lain sejauh ada hubungannya dengan
usaha bantuan kepada klien.
Rambu-rambu
tersebut menyebabkan pembelajaran calon konselor berbeda dengan teman-temannya
di program studi Psikologi, yang dalam batas tertentu mereka memperoleh mata
kuliah konstruksi tes. Namun demikian, karena dalam pembelajaran calon konselor
lebih menekankan penguasaan konsep dan praksis teknik non tes, sudah barang
tentu konselor semestinya terampil menggunakan teknik non tes.
Keterampilan
konselor dalam teknik non tes semisal observasi, kuesioner, wawancara,
inventori (DCM, AUM, ITP), sosiometri; diperoleh mulai dari memahami konsepnya,
kekhasan tiap metode, menyusun instrumen, melakukan pengumpulan data dengan
metode tersebut, menganalisis dan menginterpretasi data, menggunakan hasil
praktik teknik non tes untuk pelayanan bimbingan dan konseling.
Aplikasi
instrumentasi teknik non tes oleh konselor pada umumnya dilakukan secara terpadu,
tidak menggunakan metode tunggal. Karena pada umumnya untuk memahami individu
secara utuh: potensinya, masalahnya, dan kemungkinan pengembangan pribadinya
tidak dapat diperoleh dari satu metode saja. Misalnya observasi tidak
menjangkau data latar belakang keluarga yang lebih tepat diungkap melalui
kuesioner, sebaliknya kuesioner tidak bisa mencatat aktivitas klien “secara on
the spot” ketika mengikuti kegiatan tertentu di sekolah; wawancara bisa lebih
mendalami latar belakang mengapa seorang siswa memilih dan menolak temannya
satu kelas dari pada sekedar alasan memilih dan menolak temannya yang tertulis
dalam angket sosiometri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar